Pernah makan di warung makan Mas kobis? Buat para mahasiswa yang sudah kuliah di Yogyakarta pasti pernah mampir di warung makan Mas kobis. Warung makan ini cukup terkenal dan membuka banyak cabang di beberapa lokasi yang strategis seperti di kawasan kampus UNY dan Seturan. Ciri khas warung makan Mas kobis ini adalah ayam penyet yang sangat pedas dengan ditambahi sayuran seperti kobis dan terong goreng. Jadi porsi makan kamu jadi terlihat lebih banyak menggunung.
Lihat di google map, lokasi mas kobis
Yang saya herankan adalah Kenapa sambelnya bisa sangat pedas padahal cabe yang digunakan sama seperti warung-warung lainnya, kemudian setelah saya perhatikan bahwa yang membedakan adalah cara membuat sambalnya. Di warung Mas kobis cara membuat sambalnya adalah dengan ditumbuk sekeras-kerasnya sehingga biji-biji jadi hancur dan mengeluarkan rasa pedas yang tersimpan di dalamnya.
Kalau kamu pernah mampir di warung makan Mas kobis dan melihat cara mereka membuat sambal, pasti akan sedikit heran karena tukang masaknya menumbuk cabe dengan sangat keras dan lebih mirip orang yang sedang emosi. Berkat kerja keras itu warung Mas kobis bisa menghasilkan sambal yang ekstra pedas walaupun kamu hanya meminta beberapa biji cabe saja.
Untuk tingkat kepedasan level 4 yaitu dengan 4 buah biji cabe sudah cukup membuat saya kepedesan. Atau mungkin saya kurang tahan terhadap rasa pedas, tapi kurang tau juga karena biasanya saya makan di warung ayam geprek dengan Lombok sebanyak 5 sampai 7 biji, dan itu saya masih bisa bertahan dengan segelas air es.
Secara rasa warung makan ini cocok buat kamu yang suka sekali dengan masakan pedas, tetapi Kemarin saya ada sedikit kejanggalan ketika selesai membayar makanan. Saya sudah datang ke warung ini sebanyak 3 kali, pertama kali warung ini mematok dengan harga yang masuk akal untuk kantong mahasiswa karena memang letak warung ini dikususkan untuk memenuhi kebutuhan makan mahasiswa, secara otomatis harganya miring daripada restoran atau pecel lele di pinggir jalan.
Bahkan pada saat pertama kali saya memesan lebih banyak menu tetapi dipatok dengan harga yang lebih murah. Saya memesan nasi ayam 2, kemudian ditambah kobis goreng, pisang sebanyak 2 buah, dan Ditambah lagi dengan lele 1 ekor kemudian rempelo ati. Dan tidak lupa dua gelas minuman es jeruk
Habisnya berapa? Habisnya sekitar rp37.000 saja. Pada saat itu saya berpikir ini warung yang cukup murah dan sangat bersahabat untuk mahasiswa walaupun pada saat itu saya bukan lagi mahasiswa. Tapi saya ingin mengenang masa-masa dulu waktu menjadi mahasiswa dengan makan di warung warung mahasiswa.
Tidak ada yang salah kan?
Kemudian pada saat datang terakhir kali, kira-kira berapa hari yang lalu saya sempat kaget dengan tagihan yang diberikan. Waktu itu saya memesan dua porsi ayam dan nasi, ditambah terong goreng, 2 gelas minuma dan kerupuk 3 bungkus.
Habisnya berapa? Saya harus membayar Rp 40.500. Yang saya herankan Kenapa harganya lebih mahal padahal pesanannya jauh lebih sedikit daripada yang pertama. Apakah ini karena saya datang ke warung tersebut tidak terlihat seperti mahasiswa karena memang sudah sedikit tua? Ataukah si pemilik warung melihat Saya dan istri jarang sekali datang ke warung tersebut dan otomatis dia tahu bahwa saya bukan mahasiswa kemudian menaikan harga tidak sesuai dengan harga biasanya.
Seharusnya Warung Mas kobis inikan memiliki harga yang standar, siapapun pembelinya tidak perlu membeda-bedakan atau bukan. Seharusnya seperti itu. Misalkan satu porsi ayam dengan nasi dihargai katakanlah 10.000.
Dan satu lagi karena saking akrabnya mungkin warung makan Mas kobis tidak perlu mencantumkan harga. Dan di sana memang tidak ada daftar menu harganya. Tetapi saya yakin para mahasiswa Disana sudah mengetahui daftar harganya makanya warung makan mas kobis tidak perlu mencantumkan harga. Seharusnya mereka mencantumkan harga agar pembeli yang tidak biasanya datang ke warung tersebut mengetahui harganya berapa.
Yang bisa diambil pelajaran dari kasus ini adalah jangan malu untuk bertanya harganya berapa sebelum makan atau sebelum memesan karena ini salah satu akad dalam perjanjian jual beli. Daripada salah satu pihak merasa dikecewakan lebih baik bertanya pohon itu bukan sesuatu hal yang memalukan.
Saya tidak bertanya waktu membeli yang ketiga kalinya Karena yang pertama dan kedua saya mendapatkan harga yang wajar untuk makanan sekelas warung makan Mas kobis.
Lihat di google map, lokasi mas kobis
Yang saya herankan adalah Kenapa sambelnya bisa sangat pedas padahal cabe yang digunakan sama seperti warung-warung lainnya, kemudian setelah saya perhatikan bahwa yang membedakan adalah cara membuat sambalnya. Di warung Mas kobis cara membuat sambalnya adalah dengan ditumbuk sekeras-kerasnya sehingga biji-biji jadi hancur dan mengeluarkan rasa pedas yang tersimpan di dalamnya.
Kalau kamu pernah mampir di warung makan Mas kobis dan melihat cara mereka membuat sambal, pasti akan sedikit heran karena tukang masaknya menumbuk cabe dengan sangat keras dan lebih mirip orang yang sedang emosi. Berkat kerja keras itu warung Mas kobis bisa menghasilkan sambal yang ekstra pedas walaupun kamu hanya meminta beberapa biji cabe saja.
Untuk tingkat kepedasan level 4 yaitu dengan 4 buah biji cabe sudah cukup membuat saya kepedesan. Atau mungkin saya kurang tahan terhadap rasa pedas, tapi kurang tau juga karena biasanya saya makan di warung ayam geprek dengan Lombok sebanyak 5 sampai 7 biji, dan itu saya masih bisa bertahan dengan segelas air es.
Yang aneh di Mas kobis
Secara rasa warung makan ini cocok buat kamu yang suka sekali dengan masakan pedas, tetapi Kemarin saya ada sedikit kejanggalan ketika selesai membayar makanan. Saya sudah datang ke warung ini sebanyak 3 kali, pertama kali warung ini mematok dengan harga yang masuk akal untuk kantong mahasiswa karena memang letak warung ini dikususkan untuk memenuhi kebutuhan makan mahasiswa, secara otomatis harganya miring daripada restoran atau pecel lele di pinggir jalan.
Bahkan pada saat pertama kali saya memesan lebih banyak menu tetapi dipatok dengan harga yang lebih murah. Saya memesan nasi ayam 2, kemudian ditambah kobis goreng, pisang sebanyak 2 buah, dan Ditambah lagi dengan lele 1 ekor kemudian rempelo ati. Dan tidak lupa dua gelas minuman es jeruk
Habisnya berapa? Habisnya sekitar rp37.000 saja. Pada saat itu saya berpikir ini warung yang cukup murah dan sangat bersahabat untuk mahasiswa walaupun pada saat itu saya bukan lagi mahasiswa. Tapi saya ingin mengenang masa-masa dulu waktu menjadi mahasiswa dengan makan di warung warung mahasiswa.
Tidak ada yang salah kan?
Kemudian pada saat datang terakhir kali, kira-kira berapa hari yang lalu saya sempat kaget dengan tagihan yang diberikan. Waktu itu saya memesan dua porsi ayam dan nasi, ditambah terong goreng, 2 gelas minuma dan kerupuk 3 bungkus.
Habisnya berapa? Saya harus membayar Rp 40.500. Yang saya herankan Kenapa harganya lebih mahal padahal pesanannya jauh lebih sedikit daripada yang pertama. Apakah ini karena saya datang ke warung tersebut tidak terlihat seperti mahasiswa karena memang sudah sedikit tua? Ataukah si pemilik warung melihat Saya dan istri jarang sekali datang ke warung tersebut dan otomatis dia tahu bahwa saya bukan mahasiswa kemudian menaikan harga tidak sesuai dengan harga biasanya.
Seharusnya Warung Mas kobis inikan memiliki harga yang standar, siapapun pembelinya tidak perlu membeda-bedakan atau bukan. Seharusnya seperti itu. Misalkan satu porsi ayam dengan nasi dihargai katakanlah 10.000.
Dan satu lagi karena saking akrabnya mungkin warung makan Mas kobis tidak perlu mencantumkan harga. Dan di sana memang tidak ada daftar menu harganya. Tetapi saya yakin para mahasiswa Disana sudah mengetahui daftar harganya makanya warung makan mas kobis tidak perlu mencantumkan harga. Seharusnya mereka mencantumkan harga agar pembeli yang tidak biasanya datang ke warung tersebut mengetahui harganya berapa.
Yang bisa diambil pelajaran dari kasus ini adalah jangan malu untuk bertanya harganya berapa sebelum makan atau sebelum memesan karena ini salah satu akad dalam perjanjian jual beli. Daripada salah satu pihak merasa dikecewakan lebih baik bertanya pohon itu bukan sesuatu hal yang memalukan.
Saya tidak bertanya waktu membeli yang ketiga kalinya Karena yang pertama dan kedua saya mendapatkan harga yang wajar untuk makanan sekelas warung makan Mas kobis.