Aksara Jawa yang bernama Dentawyanjana, atau lebih dikenal dengan nama Hanacaraka merupakan salah satu produk kebudayaan peradaban Jawa. Ada banyak misteri yang menyelimutinya. Dari mulai sejarah terbentuknya, pesan yang dikandungnya, hingga maksud dan tujuannya.
Aksara Hanacaraka ini secara polos berjumlah 20 buah. Aksara tersebut disusun dalam empat baris. Satu barisnya ada lima aksara. Baris pertama berbunyi ha na ca ra ka. Baris kedua bunyinya da ta sa wa la. Selanjutnya di baris ketiga, pa dha ja ya nya. Lalu di baris terakhir ada, ma ga ba tha nga.
Terciptanya Aksara Jawa
Berdasar legenda, aksara ini tercipta dari kisah Ajisaka. Orang dari negeri asing yang kemudian menjadi raja di Jawa ini mempunyai dua orang abdi setia, yang bernama Dora dan Sembada.
Kedua abdi ini sangat sakti. Dora diajak oleh Ajisaka untuk mengembara. Sedangkan Sembada diberi tugas untuk menjaga pusaka. Ajisaka berpesan kepada Sembada agar tidak menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun, kecuali Ajikasa sendiri.
Singkat cerita, Ajikasa dinobatkan menjadi raja di kerajaan Medhang Kamulan. Ia mengutus Dora untuk mengambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Saat Dora menemui Sembada, kesalahpahaman terjadi. Dora hanya menjalankan perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka. Sedangkan Sembada juga menjalankan perintah Ajisaka supaya tidak menyerahkan pusaka tersebut pada siapa pun, kecuali dirinya.
Akhirnya dua abdi tersebut saling mempertahankan keyakinannya masing-masing dan bertarung. Hingga akhirnya dua abdi tersebut tewas. Berita tentang tewasnya dua abdi tersebut sampai ke telinga Ajisaka. Ia menyesal dan akhirnya mengenang kisah dua abdinya dengan aksara Jawa.
Kedua abdi ini sangat sakti. Dora diajak oleh Ajisaka untuk mengembara. Sedangkan Sembada diberi tugas untuk menjaga pusaka. Ajisaka berpesan kepada Sembada agar tidak menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun, kecuali Ajikasa sendiri.
Singkat cerita, Ajikasa dinobatkan menjadi raja di kerajaan Medhang Kamulan. Ia mengutus Dora untuk mengambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Saat Dora menemui Sembada, kesalahpahaman terjadi. Dora hanya menjalankan perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka. Sedangkan Sembada juga menjalankan perintah Ajisaka supaya tidak menyerahkan pusaka tersebut pada siapa pun, kecuali dirinya.
Akhirnya dua abdi tersebut saling mempertahankan keyakinannya masing-masing dan bertarung. Hingga akhirnya dua abdi tersebut tewas. Berita tentang tewasnya dua abdi tersebut sampai ke telinga Ajisaka. Ia menyesal dan akhirnya mengenang kisah dua abdinya dengan aksara Jawa.
Menurut versi tersebut ha na ca ra ka memiliki arti ada utusan. Da ta sa wa la bermakna keduanya bertengkar. Pa dha ja ya nya diartikan sama-sama sakti. Dan ma ga ba tha nga dimaknai sama-sama menjadi mayat.
Dok. Istimewa: Dora dan Sembada menjadi mayat. |
Ajisaka Bukan Pencipta Aksara Jawa
Kemudian, nama dua abdinya jika digabung menjadi dora sembada atau tidak patut; tidak pantas. Jadi konotasinya jelek. Jadi kisah ini merupakan pembodohan dan pemutarbalikan nilai-nilai luhur dan suci Jawa.
Apalagi jika dihubungkan dengan konteks pusaka. Mana mungkin orang yang paham Jawa bisa meninggalkan pusakanya saat ingin menyerang musuh/menyelamatkan rakyat? Hanya Ajisaka! Karena dia tidak paham. Konsep pusaka saja tidak paham, bagaimana bisa menulis atau menciptakan aksara Jawa?
Bisa disimpulkan bahwa Ajisaka itu ora sembada.
Rahasia Hanacaraka
Para leluhur pasti ingin memberi anak-cucunya banyak petunjuk supaya bisa menghadapi Kala Bendu dan siap menyambut Kala Suba. Sebab tidak pantas jika gambaran masa depan diungkap secara langsung tanpa adanya pralampita.
Saatnya kita membongkar rahasia dari Aksara Jawa. Satu hal yang pasti adalah, leluhur meninggalkan petunjuk dengan cara yang sederhana. Tetapi karena peradaban modern penuh dengan pemaknaan, pemecahan petunjuk dengan metode ini akhirnya justru mendistorsi petunjuknya. Hasilnya seperti Ajisaka tadi!
Mari kita analisis. Hana Caraka mempunyai arti ada tulisan/huruf/aksara. Data Sawala bermakna datanya sangat banyak. Padha Jayanya ini bermakna huruf-huruf itu akan berjaya pada masa mendekati kebangkitan. Maga Bathanga berarti silahkan tebak atau ayo tebaklah.
Jadi, hanacaraka merupakan teka-teki dari leluhur yang berisi rahasia. Rahasia ini ternyata telah diketahui oleh beberapa pahlawan Indonesia, seperti H.O.S Tjokroaminoto, Presiden Sukarno, dan Presiden Suharto.
Dok. Istimewa: Presiden Suharto bersama William Cohen. |
Oleh sebab itu ketiga tokoh tersebut sangat memajukan dunia pendidikan. Dengan tujuan memberantas buta huruf latin atau gedreg. Sebab menurut teka-teki (wangsalan) di Aksara Jawa tersebut, huruf yang dimaksud adalah huruf latin.
Sebuah sistem aksara dimana apa yang dibaca sama dengan apa yang dilihat, apa yang ditulis sama dengan apa yang didengar.
EmoticonEmoticon