Sudah 500 tahun lebih bumi Nuswantara memeluk agama Islam. Dalam perjalanan awalnya kita tahu bahwa peralihan kepercayaan asli Nuswantara menuju Islamisasi tidak bisa dilepaskan dari dewan agama yang bernama Wali Sanga.
Wali Sanga merupakan institusi atau lembaga agama Islam pertama di bumi Nuswantara. Lembaga ini berada dalam naungan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, yaitu Demak.
Ada banyak versi dan kisah mengenai berdirinya kerajaan Demak. Banyak sumber yang mengatakan bahwa kerajaan Demak berdiri karena sikap durhaka Raden Patah (Jin Bun) terhadap ayah angkatnya, Brawijaya. Ada juga yang mengatakan bahwa berdirinya kerajaan ini merupakan belas kasihan Brawijaya kepada anak angkatnya.
Disebutkan bahwa Brawijaya memenuhi janji kepada ayah kandung Jin Bun untuk menganggapnya sebagai anak sendiri. Oleh karena itu, di saat Raden Patah durhaka, raja Wilwatika atau Majapahit ini lebih memilih untuk memberi keleluasaan kepada kerajaan-kerajaan yang bergabung dalam imperium Nuswantara.
Kerajaan-kerajaan tersebut diberi pilihan untuk mengatur pemerintahan sendiri, atau bergabung dengan kerajaan Demak. Atas mandat tersebut, tentu saja banyak wilayah yang melepaskan diri dan berdiri sendiri. Mereka tidak rela jika kerajaan-kerajaan luhur tersebut dipimpin oleh Demak yang berdiri karena tindakan durhaka seorang anak kepada bapaknya.
Sebelum membahas tentang Wali Sanga, perlu dipahami terlebih dulu bahwa yang dimaksud sebagai Wali Sanga sebenarnya merupakan nama dari sebuah dewan lembaga atau institusi.
Jadi, istilah Wali Sanga yang benar tidaklah merujuk kepada orang-orang tertentu, melainkan kepada sebuah kelompok atau organisasi.
Selain itu, Wali Sanga sudah ada sebelum kerajaan Demak berdiri. Ini berarti, saat Nuswantara masih dipimpin oleh Wilwatikta dengan Maha Rajanya, agama Islam diperbolehkan hidup dan disebarkan di wilayahnya.
Salah satu tokoh awal Wali Sanga adalah Siti Jenar. Beliau sangat akrab dan menjalin persahabatan dengan Ki Ageng Pengging. Kedua tokoh luhur ini sering melakukan diskusi dan tukar kawruh.
Siti Jenar merupakan salah satu dewan atau sesepuh Wali Sanga yang menyatakan keluar dari lembaga tersebut karena tidak sepakat dengan jalan politiknya. Lembaga tersebut menghasut Jin Bun untuk memberontak dan bertindak durhaka kepada ayahnya.
Jin Bun sendiri merupakan anak angkat Brawijaya yang beragama Islam. Tetapi kasih sayang raja Wilwatikta sangat besar terhadapnya.
Tetapi, karena terjadi kesalahpahaman sejarah dan sikap patuhnya terhadap institusi Wali Sanga, akhirnya runtuhlah imperium Nuswantara dan muncul kerajaan Demak.
Siti Jenar mempunyai ajaran yang berbeda dengan tokoh Wali Sanga yang lain. Ajarannya ini sangat susah untuk diakses oleh generasi saat ini. Hal ini terjadi karena adanya dominasi paham Kalijaga di seluruh aspek kehidupan umat muslim Indonesia.
Salah satu contoh sekaligus fakta yang terjadi adalah adanya peng-kalijaga-an sebagian besar produk budaya Jawa. Misalnya wayang, beberapa lagu dan tembang, hingga ajaran agama Islam itu sendiri.
Dalam banyak kisah sejarah disebutkan bahwa ajaran Siti Jenar benar dan tepat. Bahkan para anggota dewan Wali Sanga pun mengakuinya. Tetapi menurut mereka ajaran tersebut tidak layak diajarkan kepada masyarakat luas.
Alasan yang sering dikemukakan pada saat itu adalah bahwa masyarakat Jawa yang baru saja memeluk Islam tentu belum siap menerima kenyataan tersebut. Hingga akhirnya muncul keputusan dari Wali Sanga untuk melarang ajaran Siti Jenar.
Ajaran Siti Jenar dinyatakan sebagai ajaran sesat, dan Siti Jenar pun dihukum mati oleh dewan tersebut, tentu saja dengan dukungan dan legitimasi dari kerajaan Demak.
Dalam perkembangan agama Islam saat ini, bisa dilihat bahwa paham Kalijaga masih sangat dominan, bahkan bisa dikatakan mengubur dalam-dalam ajaran Siti Jenar. Buktinya, perbedaan lembaga atau ormas berbasis agama hanya berdasarkan pandangan politik.
Tetapi jika kita menyentuh esensinya, semuanya sama saja. Seluruhnya bergerak dalam ranah syariat. Padahal, bangsa ini sudah 500 tahun lebih memeluk agama Islam. Sampai kapan ajaran yang benar dan tepat dari Siti Jenar itu disembunyikan? Ataukah memang tidak ada niat untuk membukanya?
Sebab, dengan terbukanya ajaran Siti Jenar, jelas akan mengganggu kestabilan politik dan ekonomi para pemegang “kekuasaan” saat ini.
Source: Direktori Budaya Jawa
Wali Sanga merupakan institusi atau lembaga agama Islam pertama di bumi Nuswantara. Lembaga ini berada dalam naungan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, yaitu Demak.
Ada banyak versi dan kisah mengenai berdirinya kerajaan Demak. Banyak sumber yang mengatakan bahwa kerajaan Demak berdiri karena sikap durhaka Raden Patah (Jin Bun) terhadap ayah angkatnya, Brawijaya. Ada juga yang mengatakan bahwa berdirinya kerajaan ini merupakan belas kasihan Brawijaya kepada anak angkatnya.
Disebutkan bahwa Brawijaya memenuhi janji kepada ayah kandung Jin Bun untuk menganggapnya sebagai anak sendiri. Oleh karena itu, di saat Raden Patah durhaka, raja Wilwatika atau Majapahit ini lebih memilih untuk memberi keleluasaan kepada kerajaan-kerajaan yang bergabung dalam imperium Nuswantara.
Kerajaan-kerajaan tersebut diberi pilihan untuk mengatur pemerintahan sendiri, atau bergabung dengan kerajaan Demak. Atas mandat tersebut, tentu saja banyak wilayah yang melepaskan diri dan berdiri sendiri. Mereka tidak rela jika kerajaan-kerajaan luhur tersebut dipimpin oleh Demak yang berdiri karena tindakan durhaka seorang anak kepada bapaknya.
Wali Sanga Dan Siti Jenar
Dok. Istimewa: Sunan Kalijaga |
Sebelum membahas tentang Wali Sanga, perlu dipahami terlebih dulu bahwa yang dimaksud sebagai Wali Sanga sebenarnya merupakan nama dari sebuah dewan lembaga atau institusi.
Jadi, istilah Wali Sanga yang benar tidaklah merujuk kepada orang-orang tertentu, melainkan kepada sebuah kelompok atau organisasi.
Selain itu, Wali Sanga sudah ada sebelum kerajaan Demak berdiri. Ini berarti, saat Nuswantara masih dipimpin oleh Wilwatikta dengan Maha Rajanya, agama Islam diperbolehkan hidup dan disebarkan di wilayahnya.
Salah satu tokoh awal Wali Sanga adalah Siti Jenar. Beliau sangat akrab dan menjalin persahabatan dengan Ki Ageng Pengging. Kedua tokoh luhur ini sering melakukan diskusi dan tukar kawruh.
Intervensi Wali Sanga
Siti Jenar merupakan salah satu dewan atau sesepuh Wali Sanga yang menyatakan keluar dari lembaga tersebut karena tidak sepakat dengan jalan politiknya. Lembaga tersebut menghasut Jin Bun untuk memberontak dan bertindak durhaka kepada ayahnya.
Jin Bun sendiri merupakan anak angkat Brawijaya yang beragama Islam. Tetapi kasih sayang raja Wilwatikta sangat besar terhadapnya.
Tetapi, karena terjadi kesalahpahaman sejarah dan sikap patuhnya terhadap institusi Wali Sanga, akhirnya runtuhlah imperium Nuswantara dan muncul kerajaan Demak.
Ajaran Siti Jenar
Siti Jenar mempunyai ajaran yang berbeda dengan tokoh Wali Sanga yang lain. Ajarannya ini sangat susah untuk diakses oleh generasi saat ini. Hal ini terjadi karena adanya dominasi paham Kalijaga di seluruh aspek kehidupan umat muslim Indonesia.
Salah satu contoh sekaligus fakta yang terjadi adalah adanya peng-kalijaga-an sebagian besar produk budaya Jawa. Misalnya wayang, beberapa lagu dan tembang, hingga ajaran agama Islam itu sendiri.
Dalam banyak kisah sejarah disebutkan bahwa ajaran Siti Jenar benar dan tepat. Bahkan para anggota dewan Wali Sanga pun mengakuinya. Tetapi menurut mereka ajaran tersebut tidak layak diajarkan kepada masyarakat luas.
Alasan yang sering dikemukakan pada saat itu adalah bahwa masyarakat Jawa yang baru saja memeluk Islam tentu belum siap menerima kenyataan tersebut. Hingga akhirnya muncul keputusan dari Wali Sanga untuk melarang ajaran Siti Jenar.
Ajaran Siti Jenar dinyatakan sebagai ajaran sesat, dan Siti Jenar pun dihukum mati oleh dewan tersebut, tentu saja dengan dukungan dan legitimasi dari kerajaan Demak.
Dalam perkembangan agama Islam saat ini, bisa dilihat bahwa paham Kalijaga masih sangat dominan, bahkan bisa dikatakan mengubur dalam-dalam ajaran Siti Jenar. Buktinya, perbedaan lembaga atau ormas berbasis agama hanya berdasarkan pandangan politik.
Tetapi jika kita menyentuh esensinya, semuanya sama saja. Seluruhnya bergerak dalam ranah syariat. Padahal, bangsa ini sudah 500 tahun lebih memeluk agama Islam. Sampai kapan ajaran yang benar dan tepat dari Siti Jenar itu disembunyikan? Ataukah memang tidak ada niat untuk membukanya?
Sebab, dengan terbukanya ajaran Siti Jenar, jelas akan mengganggu kestabilan politik dan ekonomi para pemegang “kekuasaan” saat ini.
Source: Direktori Budaya Jawa